Rabu, 16 November 2011

Phytobioremidiasi


BIOREMEDIASI DENGAN MENGGUNAKAN TANAMAN AIR SEBAGAI SOLUSI DALAM MENGATASI PERMASALAHAN LIMBAH BUDIDAYA YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

Hosnol Hotimah, Hamelia Priliska, Ita Apriani, Riska Nurkarina, Mita Istifarini, Doni Nurdiansyah, Galih Abdul Fatah
Departemen Budidaya Perairan
Institut Pertanian Bogor


ABSTRAK
Bioremediation is the process to change dangerous polluting compounds into other compounds that are safer by use organisms. Plants considered to be effective in performing the function of the environmental remediation of contaminated waste properly. Therefore, water hyacinth, water spinach, watercress, and kiambang as water plants used for bioremediation process. However, the result obtained are different than previously thought because the water quality parameters measured were bad. The range of CO2 values ​​are very high, especially on a fifth day treatment of watercress (143.825 mg / l) exceeded the permissible levels for aquatic organisms ,even cause toxic and lethal for fish. Additionally, high levels of TAN (up to 2,061 mg/l) in spinach, nitrite (up to 12,985 mg/l) in kiambang, and nitrate (up to 2,392 mg/l) also showed that plants in this case are water hyacinth, water spinach, watercress, and kiambang do nothing in principle of photosinthetis that used to be essential nutrients in the process.
Kata kunci : Bioremediation, photosynthesis, water quality



I.          Pendahuluan
Pencemaran air makin banyak teerjadi, bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan pun makin banyak jenisnya. Tidak hanya dari minyak, limbah pabrik, sampah rumah tangga tetapi juga limbah perikanan budidaya yang ramai dbicarakan Kebanyakan sistem budidaya intensif banyak merugikan lingkungan perairan. Treatmen umumnya dilakukan untuk air yang akan digunakan untuk kegiatan  budidaya. Belum banyak perhatian dan upaya mengenai pengelolaan mengenai air sisa budidaya ini. Jelas hal ini yang mendasari adanya penolakan-penolakan dan opini masyrakat terhadap pro dan kontra terhadap kegiatan budidaya ini.
                Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan treatmen terhadapa air buangan sebelumm dialirkan ke perairan umum seperti sungai dan laut. Penggunaan bahan kimia pun telah banyak dilakukan untuk memperbaiki kualitas air. Namun, permasalahan kembali muncul yaitu kekhawatiran masyarakat terhadap penggunaan bahan  kimia.
                Beralih dari reduksi penggunaan bahan kimia, pengetahuan mengenai pemanfaatan makhluk hidup dalam merehabilitas lingkungan yang sering dikenal bioremediasi pun dilirik. Bioremediasi adalah proses mengubah senyawa pencemar yang berbahaya menjadi senyawa lain yang lebih aman dengan memanfaatkan organisme (Anonim 2007).
Selain itu keunggulan dari bioremediasi ini adalah lebih murah karena bisa dilakukan secara in-situ sehingga mengurangi biaya pengangkutan, prosesnya alami, mengubah molekul senyawa pencemar bukan hanya memindahkan (Yusuf 2008). Bioremediasi dengan menggunakan tanaman dikenal sebagai fitoremediasi.
Seperti yang dikemukakan oleh Stowell (2000) dalam Yusuf (2008) yang menyatakan bahwa tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu diperairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.
Tanaman diketahui untuk hidupnya memerlukan nutrisi berupa kadar Nitrogen. Dengan pengetahuan itu diujikan pengaruh tanaman dalam menyerap kandungan air limbah perikanan budidaya yang kaya akan unsur N2..  Pemanfaatan tanaman yang dapat hidup dengan kadar air tinggi dilakukan untuk melihat keefktifan dan keefisienannya.

II.        Metodologi
2.1   Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Alat Vandorn,  botol sampel, turbidimeter, Spektrofotometer, pH meter, termometer, biuret, gelas ukur, gelas piala 250 ml, DO meter, erlenmeyer, pipet tetes, bulb, dan pipet serologis. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air sampel kolam, larutan Sulfamic acid, larutan MnSO4, larutan NaOH, larutan NaOH pekat, larutan KI, larutan H2SO4 Pekat, larutan Na tiosulfat, larutan PP, KMnSO4, larutan  HCl, larutan ind EBT, larutan Na EDTA, larutan Cholorx, Brucine, larutan Phenat, dan aquades.

2.2     Metode
Akuarium yang berukuran 60x40x40 cm sebanyak 4 buah dan perlengkapan aerator disiapkan terlebih dahulu. Tanaman air yang akan dipakai (kayambang, eceng gondok, selada air, dan kangkung air) dibersihkan dahulu sebelum dimasukkan ke dalam akuarium. Air dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak ¾ dari tinggi akuarium yang bersumber dari kolam percobaan pemeliharaan ikan nila, kemudian aerator dimasukkan ke dalam akuarium beserta tanaman yang telah dibersihkan. Besok hari ikan mas sebanyak 10 ekor baru dimasukkan ke dalam akuarium. Sampel diambil pada hari ke 0, 5, dan 10. hasil
3.3.1 TAN
Air sampel dipipet sebanyak 25 ml, kemudian ditambahkan 1 tetes MnSO4, 0.5 ml chlorox dan 0.6 phenate. Phenate ditambahkan dengan segera dengan menggunakan pipet tetes yang sudah dikalibrasi, kemudian didiamkan ± 15 menit, sampai pembentukan warna stabil.
Larutan blanko dibuat dari 10 ml akuades, selanjutnya dilakukan prosedur seperti pada proses sebelumnya. Begitu pula dengan larutan standar yang dibuat dari 10 ml larutan standar ammonia. Pengukuran blanko pada panjang gelombang 630 nm dengan spektrofotometer pada absorbance 0 (Transmittance 100%), kemudian dilanjutkan dengan pengukuran sampel dan larutan standar.
Konsentrasi TAN dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
III.               
Keterangan:
Cat                : konsentrasi larutan standar (0.3 mg/l)
Aaat             : nilai absorbance larutan standar
Aa                 : nilai absorbance air sampel
Konsentrasi faktor yang terukur tersebut dinyatakan dalam kadar nitrogen (N) yang terdapat dalam ammonia (NH3). Untuk mengetahui konsentrasi ammonia yang dinyatakan dalam mg NH3/L, nilai TAN di atas dikalikan dengan actor seperti pada persamaan berikut:
IV.               
Keterangan:
BM         : berat molekul
BA          : berat atom
3.3.2 Nitrat
Diambil sampel sebanyak 5 ml, lalu ditambahkan 0.5 ml brucine. Kemudian ditambahkan 5 ml H2S04 pekat. Setelah itu didiamkan dan dilakukan spektrofotometer dengan gelombang 410 nm. Langkah dalam pembuatan standar, yaitu diambil 5 ml NO3 dan dimasukkan ke dalam labu ukur. Setelah itu ditambah akuades sebnyak 100 ml serta dikocok hingga rata. Kemudian diambil 25 ml serta ditetesi dengan 0.5 brucine, dan 5 ml H2SO4 didiamkan dan dispektro dengan gelombang 410 nm. Untuk blanko, pertama ­­diambil akuades sebanyak 25 ml, kemudian ditetesi dengan 0.5 brucine, dan 5 ml H2SO4.
3.3.3 Nitrit
Diambil sampel sebanyak 25 ml, dimasukkan ke dalam baker glass, lalu ditambahkan 0.5 ml sulfamic acid. Kemudian diamkan selama 3 menit, lalu ditambahkan 0,5 ml naftilamin. Setelah itu didiamkan selama 10 menit dan dilakukan spektrofotometer dengan gelombang 520 nm.

V.        Hasil
Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air berbagai jenis perlakuan bioremediasi dengan tanaman didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengukuran parameter pH, DO, CO2, TAN, Nitrit dan Nitrat pada perlakuan bioremediasi dengan beberapa jenis tanaman
Perlakuan
Hari ke-
pH
DO
CO2
TAN
Nitrit
Nitrat
Eceng gondok
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
7,275
8,350
23,971
0,010
0,070
0,324
5
7,1
5,250
27,966
0,114
0,007
0,443
7
8,045
6,150
39,952
0,870
0,672
0,059
9
7,185
10,750
47,942
2,045
6,496
1,460
Kangkung air
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
8,165
6,300
23,971
0,324
0,308
0,192
5
7,645
8,800
35,957
0,416
0,237
0,366
7
8,245
8,000
17,979
0,214
0,813
0,094
9
7,74
10,750
27,937
2,061
12,006
1,770
Selada air
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
7,855
7,550
59,931
0,553
0,725
0,236
5
7,84
5,150
55,933
1,947
1,061
0,202
7
8,275
6,700
39,952
1,604
1,084
0,164
9
8,22
6,200
143,825
1,175
9,788
2,392
Kiambang
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
7,35
4,850
11,986
0,019
0,094
1,195
5
7,2
7,210
21,974
0,334
0,200
0,481
7
7,76
8,600
27,967
0,141
0,722
0,082
9
7,24
5,800
37,955
1,683
12,985
1,337
Kontrol
0
9,475
5,850
24,53
0,128
0,172
0,369
3
8,205
8,350
13,984
0,481
0,231
0,116
5
8,055
9,450
17,979
0,205
0,126
0,125
7
7,785
10,235
31,105
0,098
0,772
0,069
9
7,5
7,050
43,731
0,406
13,437
3,831


Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa tanaman selada air memiliki kualitas air yang paling buruk karena kadar CO2 terukur mencapai 143,825 mg/l dan jika dibandingkan dengan kontrol, masih lebih baik kualitas air pada perlakuan kontrol. Begitu juga dengan nilai nitirit pada semua perlakuan rata-rata tinggi, hingga 12,985 mg/l yaitu pada tanaman kiambang. Sedangkan untuk kadar TAN tertinggi didapat pada tanaman eceng gondok yaitu sebesar 2,045 mg/l. Dan untuk kadar nitrat tertinggi pada tanaman selada air yaitu sebesar 2,392 mg/l.
Perlakuan
Hari ke-
pH
DO
CO2
TAN
Nitrit
Nitrat
Eceng gondok
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
7,275
8,350
23,971
0,010
0,070
0,324
5
7,1
5,250
27,966
0,114
0,007
0,443
7
8,045
6,150
39,952
0,870
0,672
0,059
9
7,185
10,750
47,942
2,045
6,496
1,460
Kangkung air
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
8,165
6,300
23,971
0,324
0,308
0,192
5
7,645
8,800
35,957
0,416
0,237
0,366
7
8,245
8,000
17,979
0,214
0,813
0,094
9
7,74
10,750
27,937
2,061
12,006
1,770
Selada air
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
7,855
7,550
59,931
0,553
0,725
0,236
5
7,84
5,150
55,933
1,947
1,061
0,202
7
8,275
6,700
39,952
1,604
1,084
0,164
9
8,22
6,200
143,825
1,175
9,788
2,392
Kiambang
0
9,475
5,850
24,538
0,128
0,172
0,369
3
7,35
4,850
11,986
0,019
0,094
1,195
5
7,2
7,210
21,974
0,334
0,200
0,481
7
7,76
8,600
27,967
0,141
0,722
0,082
9
7,24
5,800
37,955
1,683
12,985
1,337
Kontrol
0
9,475
5,850
24,53
0,128
0,172
0,369
3
8,205
8,350
13,984
0,481
0,231
0,116
5
8,055
9,450
17,979
0,205
0,126
0,125
7
7,785
10,235
31,105
0,098
0,772
0,069
9
7,5
7,050
43,731
0,406
13,437
3,831
Gambar 1. Grafik perubahan pH perlakuan eceng gondok
Gambar 2. Grafik perubahan pH perlakuan kangkung air
Gambar 3. Grafik perubahan pH perlakuan selada air
Gambar 4. Grafik perubahan pH perlakuan kiambang
Gambar 5. Grafik perubahan pH kontrol
Gambar 6. Grafik perubahan DO perlakuan eceng gondok
Gambar 7. Grafik perubahan DO perlakuan kangkung air
Gambar 7. Grafik perubahan DO perlakuan kangkung air
Gambar 8. Grafik perubahan DO perlakuan selada air
Gambar 9. Grafik perubahan DO perlakuan kiambang
Gambar 10. Grafik perubahan DO kontrol
Gambar 11. Grafik perubahan CO2 perlakuan eceng gondok
Gambar 12. Grafik perubahan CO2 perlakuan kangkung air
Grafik 13. Grafik perubahan CO2 perlakuan selada air
Gambar 14. Grafik perubahan CO2 perlakuan kiambang
Gambar 15. Grafik perubahan CO2 perlakuan kontrol
Gambar 16. Grafik perubahan TAN perlakuan eceng gondok
Gambar 17. Grafik perubahan TAN perlakuan kangkung air
Gambar 18. Grafik perubahan TAN perlakuan selada air
Gambar 19. Grafik perubahan TAN perlakuan kiambang
Gambar 20. Grafik perubahan TAN perlakuan kontrol
Gambar 21. Grafik perubahan nitrit perlakuan eceng gondok
Gambar 22. Grafik perubahan nitrit perlakuan kangkung air
Gambar 23. Grafik perubabahan nitrit perlakuan selada air
Gambar 24. Grafik perubahan nitrit perlakuan kiambang
Gambar 25. Grafik perubahan nitrit perlakuan kontrol
Gambar 26. Grafik perubahan nitrat perlakuan eceng gondok
Gambar 27. Grafik perubahan nitrat perlakuan kangkung air
Gambar 28. Grafik perubahan nitrat perlakuan selada air
Gambar 29. Grafik perubahan nitrat perlakuan kiambang
Gambar 30. Grafik perubahan nitrat kontrol
VI.      Pembahasan
Filtrasi dengan tanaman bisa dikatakan cukup efektif untuk mereduksi buangan beracun yang dihasilkan dari kegiatan budidaya. Penggunaan tanaman dalam kegiatan ini sangat bermanfaat karena ramah lingkungan, mudah, dan juga bisa menghasilkan tanaman yang berkualitas baik karena nutrisi terpenuhi dari bahan-bahan organik terlarut hasil buangan ikan. Oleh karena itu, selain berfungsi dalam mereduksi limbah yang bersifat beracun juga bermanfaat sebagai nutrient bagi tanaman sehingga tanaman tersebut juga bisa diprouduksi dalam skala yang besar dan menghasilkan keuntungan.
Prinsip yang digunakan oleh tanaman dalam meremediasi lingkungan yang tercemar adalah dengan mengubah senyawa beracun yang berbahaya bagi lingkungan menjadi senyawa yang lebih aman dan dapat digunakan dalam kegiatan fotosintesis (Anonim 2007). Seperti juga yang dikemukakan oleh Stowell (2000) dalam Yusuf (2008) yang menyatakan bahwa tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu diperairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.
Tanaman yang digunakan adalah jenis tanaman air yang bisa mereduksi limbah di perairan seperti eceng gondok, selada air, kiapu dan kangkung air  . Eceng gondok termasuk family Pontederiaceae. Tanaman ini hidup di daerah tropis sampai subtropis. Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman ini adalah perairan yang dankal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-30°C dan pH antara 4-12 (Gerbono dan Djarijah, 2005). Selada air banyak tumbuh di aliran sungai kecil, kolam, atau bahkan rawa memiliki batang yang menjalar dengan daun agak bulat berdiameter 1,5-3 cm (Haryanto et al., 2007). Pemeliharaan selada air sangat mudah, hanya dengan penjarangan tanaman dan menjaga kontinuitas serta kualitas pasokan air (Admin5, 2011). Kangkung air berdaun panjang dengan ujung daun agak tumpul. Daun berwarna hijau kelam. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan ungu (Haryoto, 2002).
Ikan mas merupakan salah satu spesies yang cocok untuk dibudidayakan dengan system filtrasi menggunakan tanaman. Ikan mas dalam siklus reproduksinya termasuk jenis ikan yang membutuhkan rangsangan lingkungan untuk bisa melakukan pemijahan diantaranya dengan adanya tanaman air. Hal ini dikarenakan ikan mas memerlukan sarang dan substrat untuk untuk perlekatan telur (Suhandoyo 2007).
Proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu (Reed 2005). Oleh karena itu alasan buruknya kualitas air yang dihasilkan dari perlakuan dengan tanaman selada air baik dari nilai TAN, nitrit maupun nitrat karena akar dan batang tanaman tersebut busuk sehingga tidak mampu meyerap dan menyaring limbah.
Senyawa nitrit berlebih akan menyebabkan menurunnya kemampuan darah untuk mengikat oksigen, karena nitrit akan bereaksi lebih kuat dengan hemoglobin yang mengakibatkan tingkat kematian ikan tinggi (Hendrawati 2007). Kadar nitrit semua perlakuan tanaman semakin meningkat dan melebihi kadar nitrit yang diperbolehkan disuatu perairan yaitu hingga mencapai nilai 12 pada tanaman kangkung dan kiambang dan 9 mg/l pada tanaman selada air. Sedangkan standar baku mutu nitrit di suatu perairan agar tidak meracuni ikan adalah 0,06 mg/l (Hendrawati 2007).
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga serta sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Bahri 2006 dalam hendrawati 2007). Jika kadar nitrat dalam percobaan ini masih tinggi berarti sifat tanaman yang seharusnya memanfaatkan nitrat sebagai nutrient utamanya tidak berfungsi dengan baik. Hal ini juga bisa menjelaskan kenapa semua parameter yang diamati tidak menampakkan hasil yang baik seperti yang seharusnya.
Begitu juga akan berpengaruh terhadap kandungan oksigen terlarut yang rendah akibat proses fotosintesis tidak berjalan sehingga tidak ada oksigen yang dihasilkan sedangkan ikan tetap memerlukan oksigen terlarut untuk kebutuhan metabolisme tubuhnya. Namun, dalam perlakuan filtrasi dengan tanaman ini didapatkan kandungan oksigen terlarut berkisar antar 5 – 10 ml/g. Nilai ini masih berada dalam kisaran normal untuk kegiatan budidaya seperti yang dikemukakan oleh Jenie dan Rahayu (1993) dengan kadar kadar oksigen terlarut 3.00 – 5.00 ml/g.
Kadar CO2 terukur didapatkan nilai yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 17 – 143 ml/g. Dengan tingginya kadar CO2 tersebut mengindikasikan bahwa bioremediasi dengan tanaman tersebut tidak berhasil dalam mereduksi kadar CO2. Kondisi ini juga tidak baik bagi ikan karena apabila kadar CO2 melebihi 20 mg/l dapat menyebabkan toksik (Yusuf 2008). Sedangkan efek yang diberikan tanaman terhadap pH yaitu berkisar antara 7 – 9. Nilai ini masih dalam kondisi yang normal karena pH yang dibutuhkan untuk kehidupan biota baik tumbuhan maupun hewan air untuk bisa menjalani aktivitas secara normal yaitu berkisar antara 6 – 9 (Yusuf 2008). Berdasarkan kisaran nilai yang didapat pada pengukuran parameter tersebut dapat dipastikan bioremediasi dengan menggunakan tanaman air tidak efektif untuk budidaya.

VII.    Kesimpulan
Bioremediasi dengan menggunakan tanaman yang digunakan dalam system pengolahan limbah budidaya pada percobaan ini tidak menampakkan hasil yang baik karena kisaran nilai CO2 yang sangat tinggi melebihi kadar yang diperbolehkan bagi biota akuatik bahkan bisa menyebabkan toksik dan mematikan bagi ikan. Selain itu tingginya kadar TAN, nitrit dan nitrat juga menunjukkan bahwa tanaman air dalam hal ini eceng gondok, kangkung air, selada air dan kiambang tidak bersifat mendegredasi limbah untuk dijadikan nutrien penting dalam proses fotosintesis. Hal ini dimungkinkan kondisi akar dan batang yang berfungsi sebagai penyerap nutrien busuk sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
VIII.  Ucapan Terima Kasih
Puji dan syukur terpanjatkan kepada Allah SWT  dan Nabi Muhammas SAW yang telah melimpahkan rahmad dan hidayah-Nya serta telah membuktikan kebesaran-Nya. Berkat jawaban doa dari-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan sebaik baiknya. Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan, terima kasih juga kepada kakak-kakak asisten yang telah membantu dalam praktikum, kepada rekan satu tim yang telah berusaha untuk kelancaran praktikum ini, penanggung jawab praktikum yang telah disibukkan untuk memberikan informasi dan semua pihak yang membantu untuk menyelesaikan laporan dengan sebaik-baiknya.

Daftar Pustaka

Anonim1, 2007. Bioremediasi senyawa karbon aromatik. faperta.ugm.ac.id/newbie/mikro/irfan_dp/.../BioremSenyPolutan.ppt
Gerbono Anton dan Djarijah Abbas Siregar. 2005. Kerajinan Eceng Gondok. Kanisius : Yogyakarta.
Haryanto Eko et al.. 2007. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya : Jakarta.
Haryoto. 2002. Bertanam Kangkung Raksasa di Pekarangan. Kanisius : Yogyakarta.
Hendrawati, Prihadi, T.H., Rohmah, N.N., 2007. Analisis kadar phosfat dan N-Nitrogen (amonia, nitrat, nitrit) pada tambak air payau akibat rembesan lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Jenie, B.S.L. dan Rahayu W.P. 1993. Penanganan Limbah industry pangan, penerbit kanisius, Yogyakarta
Reed, S.C., E.J. Midlebrooks and R.W Crites. 2005. Natural system of waste management and treatment McGraw Hill Book Company, New York.
Suhandoyo, 2007. Aplikasi teknologi induksi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi ikan budidaya. Jurnal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia edisi 9618
Yusuf, G., 2008. Bioremediasi limbah rumah tangga dengan system simulasi tanaman air. Jurnal bumi lestari, vol. 8 No. 2, Agustus 2008. Hal. 136-144




Tidak ada komentar:

Posting Komentar